Kamis, 28 Februari 2013

Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Ala Simbah



Sudah lama sebenernya aku pengen nulis topik ini. Karena terlalu lama nunggu sumber infornya. Tapi syukur, akhirnya bisa juga terbit di blog tercinta.

Dulu waktu aku masih kecil, sering sekali melihat simbahku (eyang putri) menggosok-gosokkan bulatan berwarna coklat yang kemudian membuat gigi dan mulut beliau jadi menguning. Yang ada di pikiranku kala itu hal tersebut terkesan jorok dan memalukan karena membuat gigi jadi kuning. Gigi kan harusnya putih bersih, ini kenapa kuning bahkan sampai kemerahan gitu?

Baru aku tahu, kegiatan tersebut ternyata hal yang dinamakan “nginang”. Entah dari mana dan bagaimana kegiatan tersebut berasal. Tapi di balik kesan joroknya kegiatan tersebut, ternyata nginang memiliki banyak manfaat.

Bahan buat nginang sendiri terdiri atas daun sirih (suruh- Jawa), gambir, enjit atau apu, serta daun tembakau. Daun sirih dan tembakau mungkin tidak perlu lagi aku deskripsikan karena kita sudah banyak tahu bagaimana wujudnya. Namun, untuk gambir dan enjit/apu, bagaimana sih bentuknya? Gambir yang digunakan untuk nginang berasal dari getah pohon gambir yang banyak tumbuh di daerah Kalimantan. Gambir berbentuk seperti kemenyan, dengan tekstur yang hampir sama tetapi lebih lunak. Gambir berwarna coklat dan berasa pahit. Sedangkan enjit atau apu memiliki tekstur seperti pasta, berwarna putih, dan memiliki rasa pedas seperti mint. Dulu aku pikir, enjit atau apu ini adalah remason (merk salah satu balsam yang terkenal di zamannya) karena sering ditaruh di kemasan yang sama dengan aroma yang sama pula. Itulah bahan-bahan yang digunakan untuk nginang.


Nginang adalah kegiatan harian seperti makan, minimal tiga kali sehari J
Meskipun terkesan jorok, namun kegiatan ini mampu memberikan banyak manfaat, terutama bagi kesehatan gigi dan mulut. Manfaat yang diberikan dari nginang antara lain membersihkan gigi, merawat dan mencegah gigi dari berbagai penyakit, menguatkan email gigi serta mencegah bau mulut. Nginang juga memberikan efek warna kemerahan pada bibir sehingga orang zaman dulu melakukan nginang untuk pengganti lisptik. Nginang sendiri digunakan orang zaman dahulu sebagai kegiatan pengganti gosok gigi. Jadi, mereka tidak perlu gogok gigi dua kali sehari dengan sikat gigi, cukup dengan nginang dan gigi bebas dari kuman.

Manfaat nginang dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut memang benar karena dilihat dari bahan-bahan untuk nginang sendiri. Contohnya seperti daun sirih, kandungan berbagai zat yang dimiliki oleh daun sirih memang bermanfaat untuk zat antiseptik. Atau apu yang memiliki zat aktif untuk memperkuat email gigi.

Namun, di balik manfaat yang ada dalam kegiatan nginang, ternyata nginang juga memiliki efek negatif. Efek negatif yang ditimbulkan oleh nginang adalah menimbulkan warna kehitaman pada gusi serta kecanduan atau ketagihan seperti halnya yang terjadi pada pecinta rokok. Efek ketagihan ini disebabkan oleh tembakau yang digunakan para penginang. Tembakau yang digunakan dalam nginang memiliki perbedaan dengan tembakau yang digunakan untuk merokok. Tembakau untuk menginang memiliki kualitas di bawah tembakau rokok. Tapi ada tembakau nginang yang dianggap baik, yaitu tembakau ampenan yang berasal dari daerah bernama Ampenan.

Menginang sendiri lebih banyak dilakukan oleh kaum hawa daripada kaum adam. Dan paradigma yang ada, nginang di zaman sekarang hanya dilakukan oleh para usia lanjut. Karena para penginang umumnya sudah berusia lanjut yang notabene sudah tidak bergigi, kegiatan nginang dilakukan dengan bantuan duplak. Duplak adalah semacam cobek yang digunakan untuk menumbuk bahan-bahan untuk nginang. Duplak terbuat dari bahan bambu berukuran tinggi sekitar 10 cm disertai penumbuknya. Jadi, buat para penginang yang sudah nenek-nenek tidak kesulitan kalau mau nginang.

Setiap orang memiliki rumusnya masing-masing untuk menciptakan komposisi rasa susur (bahan nginang) yang pas. Kombinasi yang tepat akan menciptakan rasa yang tepat pula.

Tambahan untuk bahan nginang, ada yang suka menambahkan biji pinang dan wewangian bunga kantil (bunga khas Jawa Tengah) yang dibubuhkan di tembakau. Semua tergantung selera si penginang.

Untuk menemani aktivitas nginang, biasanya ditemani dengan cempolong atau tempolong untuk menampung ludah penginang. Hal ini memang terkesan jorok tetapi lebih baik daripada membuang ludah sembarangan.

Di balik manfaat dan kerugian dari nginang. Sekarang jadi pilihan Anda untuk melakukannya atau tidak. Karena selain di Jawa, ternyata kagiatan mirip nginang juga ditemukan di Batak dan di Asia Timur. Semua tergantung pilihan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar