Rabu, 11 Desember 2013

Menjadi Elang Dalam Negeri

Ilustrasi. Picture edited, source: kutilang.or.id
Tak terasa sudah di penghujung tahun. Tak terasa sudah melewati banyak hari, meninggalkan cerita-cerita yang akan menjadi kenangan esok pagi. Kini sudah kutinggalkan status mahasiswaku menjadi seorang "profesional". Awal tahun baru besok insyaAllah aku akan meninggalkan rutinitasku ini, menyentuh rutinitas baru. Ya, dunia kerja, yang menjadi impian bagi mahasiswa yang sudah diwisuda untuk bisa meraihnya.

Mungkin tidak ada yang menyangka, termasuk diriku sendiri. Tak pernah sama sekali kuniatkan untuk bekerja di Ibukota, bahkan niat yang seperti itu sudah kutanggalkan jauh-jauh sebelumnya. Aku mulai memantapkan diri untuk bekerja di kampung halaman sambil menemani bapak ibu yang “kesepian” di rumah. Namun, ternyata kuasa Allah lebih kuat dari rencana hambaNya. Aku diterima di sebuah perusahaan swasta yang head office-nya di Jakarta, meskipun belum tentu aku akan menetap di sana, tetapi satu bulan pertamaku akan aku jalani di sana.

Sebenarnya aku mendapatkan tawaran untuk bisa bekerja di Jepara, di sebuah PLTU, tentu dengan gaji yang lebih besar dan (harusnya) lebih cukup untuk biaya hidup ketimbang di Jakarta. Namun, dengan berbagai pertimbangan dan juga hasil renungan kepada Sang Pemberi Petunjuk, maka aku putuskan untuk tidak menerima tawaran tersebut meskipun yang meminta adalah General Manager-nya sendiri.

Aku sempat mencari informasi dari blog-blog orang alasan kenapa mereka memilih meniggalkan Jakarta. Aku menemukan sebuah blog yang memberikan informasi cukup rinci dan jelas dan kebetulan kota tujuan pindah penulisnya adalah Jepara. Berikut linknya arif.widianto.com
Kalau kalian pikir itu akan mengubah pikiranku, kurasa tidak.

Aku akan bercerita tentang persahabatan seekor elang dan ayam. Kisah ini menjadi inspirasi bagiku untuk mengambil keputusan tersebut.


Di dalam sebuah hutan yang lebat, hidup berdampingan seekor elang dan ayam. Mereka menjadi sepasang sahabat sejak kecil. Sang elang tak pernah sekalipun berpikir akan memangsa si ayam karena rasa kasih yang kuat di antara mereka. Mereka selalu pergi bersama, saling menemani dalam suka maupun duka.

Suatu ketika, Sang elang mempunyai rencana mengajak si ayam terbang jalan-jalan keluar hutan. Pada awalnya si ayam menolak tawaran tersebut lantaran takut jatuh. Namun, berkat usaha sang elang, si ayam pun yakin dan berani menaruh kepercayaan kepada sahabatnya itu. Tak menunggu waktu lama, kaki sang elang pun mencengkeram kuat tubuh si ayam. Diajaknya si ayam berkeliling keluar hutan melihat indahnya dunia.

Dari atas awan, si ayam melihat sebuah perkampungan dengan banyak ayam di sana. Ayam-ayam tersebut kelihatan sedang makan jagung hasil pemberian tuannya. Si ayam memohon kepada sang elang untuk turun dan singgah di sana. Sang elang pun menuruti permintaan sahabatnya.

Si ayam dengan mudah beradaptasi dengan teman sebangsanya. Dia pun turut merasakan makanan pemberian tuan mereka. Namun, karena sudah merasa nyaman di sana, si ayam tidak mau diajak kembali ke hutan oleh sang elang. Dia berpikir dengan di sana, ia tidak perlu bersusah payah mencari makanan seperti apa yang sering dia dan sang sang elang lakukan selama ini. Sang elang pun ikhlas menerima keputusan sahabatnya. Akhirnya sang elang meninggalkan si ayam bersama kawanannya di perkampungan.

Namun, tak disangka, penduduk kampung akan melaksanakan khajatan besar hari itu. Ayam-ayam yang sudah dewasa akan disembelih sebagai santapan dalam pesta, tak terkecuali si ayam. Si ayam pun menangis sedih dan teringat sahabatnya, sang elang. Di sisi lain, sang elang sedang terbang bebas mengitari dunia, mencari makanan, dan menikmati hidupnya.

Dari kisah di atas, aku berharap bisa menjadi sang elang yang bisa terbang bebas, menjadi pribadi yang mandiri, tidak terpaku dalam zona nyaman hidupnya. Aku ingin selalu bisa menemukan hal-hal baru, lingkungan dan ilmu baru. Dunia ini masih sangat luas untuk kuarungi. Aku ingin bisa mengenal duniaku, mengenal Tuhanku lebih dekat melalui berbagai ciptaanNya. Aku harap kebijaksanaan akan datang padaku setelah aku berhasil hijrah dari zona nyamanku. Dan kelak bisa memberikan kebaikan baginya ketika kukembali. Wallahu a’lam.

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti saudara dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. (Imam Syafi’i)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar