Senin, 02 Desember 2013

Berbagi Masa Depan

Para Serdadu Rumah Sahabat Cahaya Samudera dengan Cita-citanya
Indonesia Mengajar merupakan sebuah program yang menginspirasi diriku untuk berbagi. Meskipun pada dasarnya aku kurang suka mengajar - itulah alasan kenapa aku tak jadi masuk jurusan kependidikanan - tetapi kegiatan mendidik tersebut selalu membuat semangatku membuncah, terutama ketika mengajar adik-adik usia sekolah dasar. Dan pada dasarnya aku memang penyuka anak-anak, kelucuan dan keluguan mereka selalu memberikan warna ceria dalam hidupku.

Suatu ketika seorang teman mengajakku untuk membuat sebuah komunitas peduli lingkungan. Kebetulan aku juga mempunyai pemikiran yang sama setelah beberapa hari berdiam di rumah, tanpa kegiatan yang berarti, selain menulis di blog ini. Berkeliling pantai menggunakan sepeda menjadi rutinitas setiap pagi, tapi selalu ada kekecewaan ketika menyambangi tepian pantai, yaitu perkara sampah plastik yang selalu ditinggalkan pengunjung di pantai wisata tersebut. Itu yang menjadi awal pemikiran kami. Namun, seiring berjalannya waktu kami agak sedikit kesulitan mengumpulkan massa sehingga niat kami untuk membentuk sebuah komunitas bisa terlaksana.

Kami pun tak kehilangan akal, kami mencoba belajar dari teman-teman yang sudah berhasil membangun komunitasnya. Temanku tadi bernama Rian, dia kemudian mendekati komunitas Jepara Berkebun untuk belajar banyak hal dari mereka. Sedangkan aku? Kebetulan posisiku sedang di Semarang. Salah seorang teman kampus hendak me-launching komunitas barunya dan kebetulan hadir juga beberapa founder komunitas yang lain. Dari situlah aku bisa bertemu dengan orang-orang yang luar biasa, mereka yang peduli dengan lingkungannya, ada yang bahkan sangat peduli meskipun yang mereka naungi bukanlah "sanak-kadang" mereka sendiri. Mereka mengajar dan mendidik anak-anak. Setelah acara selesai kusempatkan untuk mengobrol dengan beliau-beliau untuk menggali lebih dalam seraya memantapkan niat dan semangat yang kian membuncah.

Beberapa bulan sebelumnya aku berniat pergi belajar bahasa inggris ke Pare. Aku pikir persiapanku sudah matang. Restu orang tua sudah kukantongi, informasi sudah kuperoleh, tanggal sudah kutentukan, tinggal pesan dan berangkat. Namun, tiba-tiba pikiran dan niat ini berubah. Semangat ke Pare yang tadinya membara, kini melempem, bukan lantaran Pare tak menarik lagi, tapi aku punya misi lain yang jika Tuhan mengijinkan, misi ini akan sangat bermanfaat, bagi orang lain dan bagi diriku sendiri.


“Ibu, aku ingin membuka les bahasa inggris untuk anak-anak tetangga, yang masih SD.” kurang lebih seperti itu yang kukatakan kepada ibuku lewat telpon. Dan sepeti biasa, ibuku memang orang yang tanggap, dan terlalu tanggap menurutku waktu itu. Seketika ibu langsung woro-woro ke tetangga bahwa aku akan mengajari anak-anak mereka berbahasa inggris. Sontak hal itu membuatku kaget. Artinya aku harus segera merealisasikan omonganku tadi.

Dua hari berikutnya  aku segera pulang ke Jepara. Niat yang beberapa hari sempat tertunda lantaran ada saja hal yang harus kulakukan di Semarang. Karena tangan kananku sakit tepat semalam sebelum aku pulang, akhirnya aku memutuskan untuk pulang naik travel. Sesampainya di rumah segera aku bahas hal ini dengan orang tuaku. Persiapan pun aku mulai di tengah kondisi jari yang membiru.

Dan akhirnya, niat itu berbuah nyata. Datanglah enam belas anak-anak yang semuanya perempuan ke rumahku. Dengan raut wajah ceria mereka menyapaku hangat. Aku semakin berapi-api melihat semangat belajar mereka yang membara. Di dalam kelas sederhana yang aku buat, mereka menunjukkan antusias yang luar biasa. Meskipun sikap malu-malu khas anak-anak begitu kentara. Dengan dorongan dan pendidikan yang baik, aku yakin kelak mereka akan bisa jauh lebih baik lagi.

Aku tidak sendirian mengajar waktu itu. Dengan ditemani sepupuku, Ratih, kami berdua bak pengajar muda di Indonesia Mengajar. Adik-adik pun tidak canggung kepada kami. Kepolosan mereka sering membuat kami tertawa bahagia. Niat kami berbagi ilmu dibalas dengan semangat yang diberikan oleh mereka.

Di pertemuan kedua jumlah peserta didikku bertambah, kali ini para laki-laki juga ikut datang meskipun jumlah mereka tak sebanyak yang perempuan. Namun, meskipun dengan jumlah yang sedikit, semangat mereka juga tak dapat diremehkan.

Sebagai manusia, kita mungkin terlalu sibuk mengejar cita-cita. Kita bisa menjadi orang yang hebat di bidangnya. Kita bisa memperoleh pendidikan yang tinggi, bisa memperoleh prestasi yang gemilang, menyambangi berbagai belahan dunia bukan dengan uang sendiri, lalu bermuara dengan pekerjaan yang prestigious. Namun, ingatkah kita dengan mereka, anak-anak itu? Mereka butuh uluran tangan kita. Sekarang saatnya kita berbagi, bukan diberi.

Kalau kita bermimpi Indonesia bisa lebih baik lagi, maka aku berharap hal itu dapat terwujud dari tangan kita.

Mari kita renungkan.

Sebuah gelas tak dapat diisi saat penuh, harus dikeluarkan isinya agar mampu menampung air (lagi).

2 komentar:

  1. buat rainbow troops kita sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. "sebaik2nya manusia adalah yg bermanfaat bagi sesamanya" bukan begitu Pak Ustadz? :)

      Hapus