Senin, 25 November 2013

Bismillahi Arrohmani Arrohiimi

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Bismillah, kalimat yang berarti “Dengan menyebut asma Allah” lebih lengkap yakni Bismillahi arrohmani arrohiimi, yang berarti “Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Bismillah selalu dijadikan awalan sebelum kita melakukan amalan, baik ucapan maupun perbuatan, baik yang terlihat maupun tidak.

Bismillahi arrohmani arrohiimi merupakan ayat pertama dalam ummul kitab – Ummul kitab secara harfiah merupakan ibu kitab, artinya merupakan permulaan dari sebuah Al-kitab, yakni Al-Qur’anul kariem. Ummul kitab yang dimaksud ialah surah Al Fatihah. Menjadi sebuah ummul kitab artinya terdapat suatu keistimewaan di dalam surah tersebut. Selayaknya seorang ibu, terdapat suatu keistimewaan baginya, yang harus kita hormati, sayangi, dan kasihi serta kita jaga lantaran beliaulah sebab kehadiran kita hingga seperti sekarang.

Memaknai bismillah tentu tidak cukup dengan mengamalkannya sebagai ucapan sebelum kita melakukan suatu kegiatan. Bismillahi arrohmani arrohiimi, atau secara singkat dikenal dengan basmallah, mempunyai makna yang sangat dalam bagi mereka yang mau berpikir. Sebagai ummat muslim, membaca basmallah dalam setiap permulaan bahkan diwajibkan agar kita senantiasa memperoleh berkah dan rahmat dari Allah SWT. Bahkan dalam hal-hal tertentu bisa menjadi haram (dilarang secara keras, dengan konsekuensi dosa) apabila meninggalkan basmallah, seperti penyembilan hewan tanpa awalan basmallah – sekalipun lupa.

Sebagai untaian kalimat yang mulia, tentu basmallah mempunyai kedudukan yang luar biasa, mungkin tidak bisa disejajarkan dengan yang lainnya. Basmallah mempunyai 3 unsur utama, yakni Allah, Arrahman, dan Arrahiim. Allah, ialah rabbun yang berarti Tuhan, Al Kholiq yang berarti pencipta dan penguasa alam beserta isinya. Allah mempunyai 2 sifat yang utama yang disebut-sebut dalam kalimat basmallah, yaitu Arrahman dan Arrahim. Arrahman yang berarti pengasih, Dzat yang memiliki sifat rahmat - kasih sayang yang luas. Serta Arrahim yang merupakan kata kerja dari rahman, yang dimaknai Allah Dzat yang memberikan rahmat – kasih sayangNya - secara penuh dan kepada siapapun. Arrahman arrahiim sendiri mengalami banyak pengulangan penggunaan, seperti pada ayat ke-3 surat Al-Fatihah. Dengan penjelasan singkat tersebut tentu kita paham bahwa penggunaan basmallah tidak boleh sembarangan, artinya untuk hal-hal yang baik saja, tidak elok untuk hal-hal yang tidak baik.

Dalam membaca kitab suci Al-Quran, penggunaan basmallah dikenai beberapa hukum, yaitu wajib, sunnah, haram, dan sebagian ulama menambahkan jaiz. Wajib, artinya harus dan mutlak digunakan, yaitu pada pembacaan surat Al Fatihah, sedangkan sunnah untuk surat-surat selain Al Fatihah dan Attaubah. Pada surat Attaubah, hukumnya haram membaca basmallah, hal ini tentu tidak tanpa alasan, sebab pada surat Attaubah menceritakan unsur-unsur peperangan, dimana hal tersebut jauh dari sifat Allah yang rahman dan rahim. Namun, sebagian ulama memberikan hukum jaiz, artinya boleh menggunakan ataupun tidak membaca basmallah dari pertengahan sampai akhir surat tersebut.

Saudaraku, memaknai basmallah haruslah dengan pikiran dan akal yang sehat. Kita seringkali menggunakan basmallah sebagai awalan setiap kegiatan dengan tujuan selalu memperoleh berkah atas segala sesuatu tindakan kita, terutama untuk niat baik kita. Bahkan mengucapkan basmallah menjadi suatu kewajiban bagi kita, ummat Islam, sebagai wujud tanda ingat kepada Sang Khaliq. Namun, pernahkan kita sadar bahwa kita sering menggunakan basmallah untuk hal-hal jauh dari sifat Allah tersebut, meskipun kita berniat baik, bahkan dengan tujuan menegakkan agama Islam sekalipun.

Sebagai contoh kecil, tentu kita pernah membaca basmallah untuk membuang pemberian orang lain, misalnya makanan. Karena kita tidak menyukainya, kita lantas membuangnya dengan mengucapkan basmallah terlebih dahulu seraya berdoa supaya kita diampuni dari dosa. Padahal tentu kita tahu, perbuatan tersebut dapat melukai hati si pemberi apabila dia mengetahuinya.

Tentu belum lepas dari ingatan kita. Setiap awal bulan ramadhan, tersiar di media-media akan ulah para “penegak agama” dalam rangka menghormati kesucian bulan ramadhan dengan mengobrak-abrik lapak para pedagang makanan yang menjajakan dagangannnya pada siang hari. Yang menjadi pertanyaan, apakah niat untuk menegakkan agama tersebut didahului dengan membaca basmallah atau tidak? Sedangkan seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, segala niatan baik wajib membaca basmallah sebagai awalan. Namun, apakah sebaiknya tindakan seperti yang dilakukan oleh para “penegak agama” tersebut pantas diawali dengan ucapan bismillah? Padahal dari tindakan tersebut justru membuat para pedagang jadi menangis karena merugi. Kalaupun diawali dengan basmallah, apakah tindakan tersebut sesuai dengan sifat rahman dan rahim yang dicontohkan oleh Allah SWT?

Saudaraku, mari kita merenung. Sudah dan akan terjadi banyak hal yang kita lakukan, baik dan buruk. Sebagai seorang muslim yang yakin dengan Islam, tentu kita percaya bahwa ajaran-ajarannya adalah benar, termasuk salah satunya dengan membaca basmallah sebagai permulaan. Namun, perlu kita cermati lagi, apakah selama ini basmallah yang kita gunakan sesuai dengan isinya atau tidak. Mungkin kita berniat baik dalam melakukan sesuatu, tetapi bisa jadi niat baik tersebut kita eksekusi dengan tindakan yang kurang benar atau berujung dengan menyakiti sesama. Bukankah Allah mengajarkan cinta kasih dalam basmallah? Dan bukankah Allah bersama Islam mengajarkan kedamaian?

Tidak ada manusia yang sempurna, tetapi akan selalu ada manusia yang lebih baik dari yang lain. Mari berlomba-lomba dalam kebaikan.

Berikut ada kutipan puisi dari Ustadz Jonih Rahmat dalam Buku Tentang Kebaikan.
*****
Unity in Diversity

Ketika firman mengajarkan
saling mengasihi
Ketika akhlak mengajak
menata hati
Ketika etika menuntun
berbaik budi
Ketika budi pekerti mengajak
saling menghormati

Ada sekelompok
orang suci
menjadi
wakil Tuhan di bumi
Mengadili orang
dengan ukuran sendiri
Siapa saja,
Tanpa kecuali

Yang berbeda dengan diri
Pasti salah dan perlu diadili
Tanpa perlu basa-basi

Orang yang beda, boleh dipukuli
Kalau perlu… dihabisi

Aduh, Gusti…
Mengapa ini terjadi?
Aku tak mengerti.

Orang yang (sepertinya) mengerti
ajaran Yang Kuasa
“Membela” keyakinan, tiada tara
Dengan harta, bahkan jiwa
Tapi, tak jarang ia lupa
ada orang menjadi menderita.

Sadar atau tidak
Tidakkah ia mengotorinya?

Tak jarang…
kebenaran diatasnamakan
Sejatinya…
dikorbankan

Ada banyak kacamata
untuk melihat sesama
*****
Dalam Islam, Allah membebaskan beberapa golongan untuk tidak berpuasa, antara lain:
1.     Orang sakit dan orang yang dalam perjalanan. Golongan ini dibebaskan dari wajib puasa selama sakit atau selama musafir. Akan tetapi mereka diwajibkan mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain baik secara berurutan ataupun berpisah-pisah.
2.     Perempuan dalam haid (menstruasi), perempuan hamil dan perempuan yang menyusui. Namun, mereka harus meng-qadha hari-hari yang mereka tinggalkan atau membayar fidyah, bagi kedua golongan terakhir ini.
3.     Orang tua yang sudah lanjut usia yang tidak kuat berpuasa. Baginya diwajibkan membayar fidyah.
4.     Orang sakit berat artinya mengalami penyakit yang membutuhkan perawatan ekstra dan teratur dalam suplai makanan dan minuman.
5.     Mereka yang bekerja berat, dan karena berat kerjaannya itu tidak kuasa berpuasa. Seperti pekerja-pekerja tambang, buruh-buruh kasar dipabrik dan dipelabuhan. Ditakutkan apabila mereka berpuasa dan tidak maksimal dalam bekerja sehingga membuat mereka diberhentikan dalam pekerjaannya. Hal ini tentu akan mengganggu perekonomian mereka.

Bayangkan, apabila orang-orang yang berjualan di pinggir jalan itu ialah mereka yang bertujuan untuk melayani golongan-golongan tersebut. Kalau mereka tidak berjualan mungkin akan ada seorang pesakit, musafir, atau wanita yang hamil atau menyusui yang kesusahan memperoleh makanan sehingga semakin mempersulit kondisi mereka. Dan bukankah orang-orang yang berjualan itu adalah orang-orang dari golongan tidak mampu yang butuh uang untuk menyambung hidupnya? Mereka tentu mengetahui adab berjualan makanan ketika berpuasa dengan tetap menghormati orang-orang yang berpuasa. Kalaupun tidak tahu, maka tugas kitalah yang memberi tahu.

Dan bukankah puasa itu sudah disertai niat? Semenarik apapun makanan dan minuman yang dijajakan, kalau sudah dengan niat ikhlas berpuasa karena Allah SWT, maka seharusnya kita tahan terhadap berbagai godaan. Bukankah puasa juga berarti pantang terhadap berbagai godaan yang ada? Semua kembali kepada manusianya.


Saudaraku, mari kita gunakan basmallah dengan baik dan benar. Gunakan untuk hal-hal yang positif. Allah mengharamkan membaca basmallah untuk surat Attaubah karena mengandung unsur peperangan. Dengan itu, tentu kita harus sadar bahwa Allah melarang kita menggunakan basmallah untuk tindakan yang jauh dari sifat rohman dan rohim, meskipun dengan niat baik sekalipun. Apalagi membaca basmallah untuk tujuan yang tidak baik. Naudzubillahi min dzalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar